Come Back Home
Aku memandangi sederet angka di pojok kanan bawah komputerku, 8.05 PM, Februari 24th , 2010. Lucu rasanya mengingat kini aku masih bisa duduk dengan tenang di depan komputer yang sudah menjadi teman hidupku. Sangat kontras dengan kondisi yang harus kujalani mengingat sebentar lagi aku harus mengikuti ujian beruntun yang menjadi penentu masa depanku. Entahlah, aku ingin menulis saat ini juga, bukan esok ataupun lusa.
Banyak orang berpendapat bahwa menulis adalah salah satu cara untuk mengurangi beban yang kita pikirkan. Mungkin, dan saat ini aku yakin mereka benar. Sebuah corat ceret sederhana yang cukup untuk mengobati rasa rinduku akan dunia jurnalistik dan sekedar obat untuk merasa lebih baik :D. Aku jadi teringat suatu tempat yang selalu kukunjungi 6 tahun silam. Nobody ever notice that it was the best place to escape... Dan semenjak 6 tahun silam baru hari ini aku ingin kembali ke tempat itu. Just to remind that I was there, and after I went out from that room everything will be just fine. Rumahku dulu terletak disebuah perumahan sederhana di daerah Bogor Barat. Setiap pulang sekolah aku selalu menaiki angkutan umum bewarna biru, sebuah angkutan khusus yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Rasanya bagaikan menunggu hasil akhir permainan catur Gary Kasparov dengan Karpov jika aku sudah duduk disana.Lama sekali menunggu hingga angkutan ini penuh dan mulai berjalan! Tapi tak ada pilihan lain, it was the one and only choice. Sebuah ruko terletak tidak jauh dari terminal tempat angkutan ini melakukan perberhentian pit stop sebuah istilah yang lebih mengena jika tidak ingin disebut dengan istilah “ngetem” . :D. Dan karenanya aku sering berinsiatif untuk menjelajahi beberapa ruko disekitar terminal yang dekat dengan pasar itu. Ada sebuah ruko baru saat itu yang digunakan untuk fitness. Dan tidak banyak orang tahu bahwa dilantai 4 ruko itu ada sebuah studio musik. Tidak banyak yang datang. Dan aku adalah salah satu anak yang paling rajin mengunjungi studio itu. Bersama teman-teman Bandku? Idealnya, namun pada kenyataannya aku lebih sering datang seorang diri dengan dua stick drum merek Dzuljian palsu yang bahkan rawan patah setiap 200 kali pukulan ke senar drum tersebut. 😀 .